Persaingan Makin Sengit, Membedah Strategi Bisnis Logistik di Indonesia

 


Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan pesat ekosistem e-commerce saat ini disebut oleh mayoritas pemain logistik sebagai iklim yang subur bagi pertumbuhan industri logistik, terutama pelaku jasa kurir dan layanan ekspedisi. Belum lagi situasi pandemi Covid-19 yang mengubah dan meningkatkan pola berbelanja daring memberikan berkah tersendiri bagi sektor ini. Secara kontras, saat industri transportasi goyah, industri logistik memanen buah manis. Berdasarkan perkiraan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), pertumbuhan e-commerce di Indonesia meningkat lebih dari 40 persen pada 2021. Peningkatan ini sejalan dengan pergeseran gaya hidup masyarakat ke arah digital dan semakin berkembangnya digitalisasi sistem pembayaran. "Pertumbuhan e-commerce dari 2020 ke 2021 bertumbuh cukup signifikan, dua digit. Estimasi lebih dari 40 persen. Kita masih menunggu data finalnya tetapi kami yakin pertumbuhannya di atas 40 persen year-on-year," ujar Ketua Umum idea Bima Laga ketika dihubungi Bisnis beberapa waktu lalu.

Senada, Senior Consultant SCI Zaroni menjelaskan dari sisi ukuran dan pertumbuhan pasar, usaha pengiriman jasa kurir mengalami peningkatan. Pendorong utamanya tak terlepas dari lonjakan transaksi e-commerce dalam 3 tahun terakhir ini. Volume transaksi dan perdagangan lewat e-commerce jelas memerlukan jasa logistik, terutama jasa kurir. Bahkan transaksi e-commerce ini telah mencakup hampir semua perdagangan barang konsumen (consumer goods), seperti pakaian, peralatan rumah tangga, buku, aksesori, boneka dan mainan, kosmetik dan produk-produk kesehatan, dan lain-lain. Selama masa pandemi Covid-19, yang diikuti kebijakan pembatasan mobilitas orang, mendorong kebutuhan layanan pesan-antar untuk berbagai barang-barang konsumen sehari-hari.

Adanya peningkatan ukuran dan pertumbuhan pasar jasa kurir ini mendorong pemain usaha jasa kurir baru untuk memasuki bisnis ini. Baik perusahaan jasa kurir domestik maupun regional atau internasional. Di sisi lain, dia juga menjelaskan dalam mendirikan dan menyelenggarakan usaha jasa kurir, baik dari sisi perizinan, permodalan, dan persyaratan kompetensi usaha, sangatlah mudah. Hal inilah yang menyebabkan tingkat persaingan usaha di sektor jasa kurir semakin tinggi. 

Zaroni menilai kue bisnis kurir masih besar dan menarik. Bahkan ukuran pasar bisnis ini tidak kurang dari Rp320 triliun, baik untuk pengiriman kurir domestik maupun internasional. Pertumbuhan bisnis ini untuk tiga sampai lima tahun mendatang masih bisa rata-rata 30 persen per tahunnya. Meski demikian, SCI mencatat persaingan di bisnis logistik mengarah kepada pasar oligopoli dengan sebanyak tujuh perusahaan menguasai sebesar 80 persen pasar. Kondisi tersebut yang menyebabkan beberapa perusahaan jasa kurir mengalami kesulitan berkembang, terutama bagi pemain baru. Apalagi, tekanan tersebut akan dirasakan oleh pemain baru yang tidak memiliki kompetensi bisnis jasa kurir yang memadai, jaringan operasi dan layanan yang kurang mendukung kebutuhan pasar, dan beberapa menghadapi keterbatasan permodalan untuk investasi pengembangan infrastruktur, teknologi, dan inovasi bisnis. Zaroni menyebut pemain jasa kurir yang menguasai pasar 80 persen, tidak lebih dari tujuh perusahaan. Mereka antara lain, Pos Indonesia, JNE, J&T Express, TIKI, Si Cepat, Anteraja, dan Wahana. “Menariknya, meskipun banyak pemain baru, secara struktur pasar, sektor usaha jasa kurir didominasi beberapa pemain, sehingga mengarah pada struktur pasar oligopoli. Pemain lain, yang saat ini lebih dari 60 perusahaan, memperebutkan pasar yang 20 persen,” ujarnya, Minggu (20/2/2022).

https://ekonomi.bisnis.com/read/20220221/98/1503146/persaingan-makin-sengit-membedah-strategi-bisnis-logistik-di-indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages